Sabtu, 04 Desember 2010

Apa itu Persahabatan?


Pada dasarnya, semua orang yang hidup di dunia ini memiliki hubungan, dan hubungan itu tersendiri terdiri dari bermacam-macam hubungan. Seseorang yang mengagumi seorang artis saja sudah dapat dikatakan sebagai salah satu contoh dari pada hubungan, hanya saja hubungan tersebut tidak bersifat langsung seperti pertemanan—namun tetap saja namanya hubungan.
Tentunya kita mengetahui—sebagai manusia biasa—sebagai mahluk Tuhan yang masih menimba sumur ilmu yang tak kunjung kering, hubungan yang paling kerap bergulir di antara kita adalah pertemanan. Nah, pertemanan itu sendiri ada banyak macamnya. Masing-masing orang memiliki standarisasi dan jenis-jenis tersendiri dalam berteman. Jadi hingga saat ini, menurut saya pribadi, sangat sulit untuk mengkaji cara pertemanan orang lain dengan standarisasi atau asumsi yang ada di otak masing-masing manusia.
Intinya semua pertemanan itu tetap lah sama. Semua kita adalah teman, dan saling berteman. Semua manusia yang saling mengenal adalah teman, semua manusia yang saling bercanda adalah teman, semua manusia yang ada dalam satu kelompok atau organisasi adalah teman. Nah, hanya saja terkadang setiap orang membutuhkan hanya “seorang teman” yang tidak hanya mengetahui apa yang kita bisa, tetapi seorang teman yang juga mengetahui apa yang kita tidak bisa lakukan. Mungkin itulah yang kerap di sebut siapapun juga dengan sebutan “Sahabat”.
Sahabat bukanlah orang yang selalu bersama kita, tetapi sahabat adalah orang yang ikhlas, ikhlas dalam apapun. Sekali lagi, saya tekankan, semua kita adalah teman-semuanya teman. Tetapi saya pribadi, tidak akan mau bercerita tentang masalah “wet dream”(maaf agak porno!) saya kepada teman, tetapi saya akan menceritakannya kepada sahabat, yang ikhlas mendengarkan dan ikhlas bercerita kembali.
Sebagai manusia yang normal, kita terkadang memang sangat membutuhkan seseorang tempat kita berbagi sesuatu yang sangat-sangat berbau privacy. Terkadang kita memang ingin menceritakan suatu hal yang tidak bisa di ceritakan kepada teman, geng atau apapun itu. Tetapi hanya kepada seseorang yang entah bagaimana, kita sendiri yakin dan berkata “aku percaya kepadanya, dan aku ikhlas untuk menceritakannya”.
Memang cukup sulit menunggu hati untuk bergumam seperti demikian. Karena privacy tetaplah namanya privacy. Para pembaca yang berbahagia, saya ingin menjelaskan sedikit hal, tentunya seseorang bercerita kepada sahabatnya selain hanya untuk mendapatkan kepuasan bathin, tetapi juga terkadang sahabat dapat memberikan info yang sangat berkebetulan dengan masalah yang hanya kita ceritakan kepadanya. Kita tidak akan mendapatkan info tersebut dari teman lain, karena kita hanya bercerita hal yang sangat-sangat-sangat berbau privacy tersebut kepadanya. Itulah guna sahabat. Dapat memberikan apa yang tidak bisa diberikan oleh orang lain di waktu kapanpun.
Persahabatan dimulai ketika adanya persamaan hobi. Nah, dari persamaan hobi tersebutlah maka akan muncul kesamaan obesesi, kesamaan tujuan, hingga kesamaan visi dan misi. Semuanya sama. Hanya saja ada satu hal yang tidak boleh sama, yaitu cara berpikir. Seseorang harus memiliki cara berpikir yang beda dengan sahabatnya. Mengapa demikian? Kedua sahabat adalah saling menutupi. Maka tidak akan saling menutupi jika kedua-duanya memiliki cara berpikir yang sama. Contoh: si Ani penakut dan si Dina tidak penakut. Mereka berdua ingin pergi ke mall pada malam hari(kesamaan tujuan). Nah, mereka akan tetap pergi ke mall, hanya saja dengan cara pikir masing-masing—dan justru perbedaan cara berpikir itulah yang akan menimbulkan variasi dan membuat pertemanan lebih menyenangkan. Ani pasti akan berkata, “aku takut keluar malam-malam..” Dina pasti akan menjawab, “kenapa harus takut? Paksain! Kalo kamu gak pergi ke mall, kita gak usah temenan!”. Nah. kalimat itu memang terdengar sedikit, atau bahkan kasar, tetapi justru kalimat itulah yang merupakan kalimat pembangun sesungguhnya. Kalimat itulah yang justru membuat pertemanan menjadi lebih sehat. Kenapa demikian? Dapat kita simpulkan, Ani akan memaksakan dirinya untuk pergi ke mall, dan dina akan berpikiran bahwa Ani begitu sangat ingin menjadi temannya sampai-sampai mengalahkan rasa takut yang benar-benar ada padanya. Begitu juga dengan Ani, ani akan berpikiran bahwa Dina sangat membutuhkan kehadirannya di mall sampai-sampai mengancamnya sedemikian rupa.
Nah, dari contoh di atas, secara tersirat terlihat bahwa mereka berdua memiliki cara pikir berbeda namun tujuannya sama. Tentunya terbayang oleh pembaca jika ani dan dina memiliki pikiran yang sama. Ani akan pergi begitu saja bersama dina ke mall—tanpa ada adu argument—memang itu justru terlihat rukun, tapi hanya akan bertahan sebentar, karena akan sangat-sangat-sangat membosankan. Dan takkan ada pikiran dari masing-masing pihak yang justru memperkuat persahabatan.
Pertemanan yang sebenarnya pertemanan atau persahabatan didukung oleh salah stau faktor juga, yaitu kekompakan. Seperti yang dikatakan Mr. Bintang, bahwa dasar dari kekompakan adalah ejek mengejek atau cela mencela. Jadi, siapa bilang bahwa ejek mengejek atau cela mencela adalah hal yang tekutuk. Tetapi cela mencela justru tanda dari kekompakan, tanda dari ketebukaan. Mr. Bintang sendiri mengaku bahwa ia sengaja menerapkan pada anaknya untuk diperbolehkan mencela dirinya(tentunya masih dalam batas kewajaran), karena itu justru akan membangun suatu kekompakan dan keterbukaan antara ia dan anaknya.
Lagipula, yang namanya sahabat, tidak akan pernah mencela dari hati, tetapi hanya untuk tertawa, hanya untuk bercanda. Biasanya seseorang mencela sahabatnya hanya di depan umum, tetapi tidak untuk ketika tidak ada orang lain. Seseorang akan menghina habis-habisan sahabatnya ketika ada orang lain, tetapi ketika tidak  ada orang lain, seorang sahabat justru akan memberikan dorongan, motivasi, pujian dan bukan hinaan lagi. Bahkan seorang sahabat rela mempebaiki apa yang membuatnya mencela sahabatnya tersbeut di depan umum. Contohnya: Adi menertawai Pino karena tidak bisa push up atau apapun itu, tetapi sebenarnya, Adi justru berusaha mengajari Pino bagaimana cara push up di saat orang lain tidak ada. Begitu juga jika misalnya Adi tidak bisa bermain komputer, dan Pino menertawakannya. Tetapi Pino hanya menertawakan untuk bercanda dengan teman-teman lain. Ketika tidak ada orang lain, justru Pino lah yang akan memaksa Adi untuk bermain komputer. Itulah yang namanya sahabat. Saling ejek mengejek, cela mencela, tetapi tetap saling menutupi dan berbagi dengan hati ikhlas. Bukannya justru “jaim-jaiman”! Karena menurut saya pribadi, persahabatan atau pertemanan yang di sertai rasa takut, segan, dan lain-lain, bukanlah persabatan atau pertemanan sesungguhnya yang sehat.
Hanya itu yang dapat saya sampaikan. Lebih dan kurang saya mohon maaf. Atas perhatian pembaca saya ucapkan terima kasih. Sedikit saya tekankan, bahasa saya memang terdengar begitu indah, maklumlah jika anda akan terpukan dengan kesederhanaan saya tersebut. Memang banyak orang yang mengatakan bahwa say titisan JK. Rowling, dikarenakan bahasa saya yang bagaikan pujangga. Memang banyak yang mengatakan bahwa saya titisan Mario Teguh, karena pemikiran saya begitu terbuka dan tidak monoton. Yah, memang begitulah adanya kelebihan saya. Mohon maaf jika tulisan saya yang kali ini terlalu bagus, karena maklumlah, saya seorang penulis. Anda sekalian harus paham dan maklum dengan kesederhanaan saya tersebut.....GEDUBRAK!!!

1 komentar:

  1. ntah kenapa aku tidak berminat membaca ini... Lanjut bacaaaaa

    BalasHapus